Menikmati Wanita Berhijab Longgar Dengan Obat Tidur

0


Sejak aku pindah kost ke daerah Depok, kini aku bertetangga dengan keluarga Pak Ramlan. Pegawai Pemda DKI ini tinggal bersama istrinya dan menantunya yang biasa dipanggil Mbak Nisa oleh para tetangga lainnya. Mbak Nisa yang telah mempunyai dua anak dan tinggal bersama mertuanya, karena suaminya mencari nafkah ke luar negeri hampir setahun yang lalu.

Usia Mbak Nisa aku taksir berumur sekitar 30 tahun ketika aku tak sengaja mendengar salah seorang ibu tetangga menanyakan usia menantu Pak Ramlan ini. Satu hal yang menarik dari menantu Pak Ramlan ini adalah pakaian yang dikenakannya sehari hari. 

Ibu muda ini selalu berpakaian menutup rapat sekujur tubuhnya kecuali wajahnya dan telapak tangannya. Ibu Muda beranak dua ini selalu kulihat memakai jilbab yang lebar dan pakaian yang panjang longgar hingga mata kaki, bahkan sepasang kakinya selalu kulihat memakai kaos kaki kadangkala berwarna hitam atau putih. Sebenarnya aku tidak terlalu memperdulikan menantu Pak Ramlan yang kelihatan alim itu, namun kalau aku berangkat kuliah, aku sering ketemu Mbak Nisa pulang dari belanja di pasar. 

Setiap kali bertemu, Mbak Nisa selalu menyapaku ramah dan melempar senyum manisnya yang membuat aku menyadari Mbak Nisa mempunyai paras wajah yang cantik. Wajah wanita tetanggaku yang selalu terbalut jilbab lebar ini mirip sekali dengan aktris Marissa Haque.

Satu setengah bulan sudah aku kost di Depok, dan kadang kala aku berpikiran tentang Mbak Nisa yang cantik itu. Apakah Mbak Nisa tidak merasa kesepian ditinggal begitu lama oleh suaminya, namun melihat Mbak Nisa yang alim itu aku nggak berani berpikir kotor kepada wanita ini.”

Keindahan yang tersembunyi” gumamku kalau mengingat Mbak Nisa yang berwajah mirip aktris Marissa Haque, namun tubuhnya selalu tersembunyi dalam pakaian dan jilbab panjangnya yang rapat.

Tubuh Mbak Nisa pun kulihat cukup tingi untuk ukuran wanita, aku pernah melihat ibu muda ini sama tinggi dengan Pak Ramlan ketika dia berjalan bersama Pak Ramlan, dan aku tahu tinggi mertua Mbak Nisa ini 165 cm, berarti tinggi Mbak Nisa juga 165 cm.

Senja itu aku baru pulang dari praktikum kimia. Hari sudah mulai gelap, termasuk daerah di sekitar kostku. Waktu aku lewat di samping rumah Pak Ramlan, aku melewati salah satu jendela di rumah Pak Ramlan yang memang sedang diperbaiki. Mungkin karena sedang diperbaiki, jendela itu tidak tertutup sempurna. Aku melihat ada beberapa lubang kecil pada jendela yang tengah diperbaiki itu dari sinar lampu dalam rumah yang keluar lewat lubang-lubang kecil itu. 

Melihat lubang-lubang kecil itu timbul rasa isengku untuk mengintip ke dalam. Dengan hati-hati aku segera menempelkan mataku pada lubang-lubang kecil tersebut, beberapa saat kemudian aku menemukan lubang yang cukup besar untuk mengintip. Ternyata jendela tersebut adalah jendela sebuah kamar, entah kamar siapa.

Beberapa saat aku mengintip melalui lubang tersebut, namun keadaan kamar yang terang benderang itu terlihat sepi. Ketika aku hendak mengakhiri aktivitas mengintipku, tiba-tiba aku melihat pintu kamar itu terbuka dan aku lihat seorang masuk ke dalam kamar. Aku belum begitu jelas siapa orang itu, namun setelah orang itu sampai ke tempat yang lebih terang aku baru melihat ternyata orang tersebut adalah seorang wanita muda. 

Agaknya wanita itu baru selesai mandi ketika aku melihat rambut panjang ikalnya yang basah serta handuk yang melilit tubuhnya. Sesaat aku heran, karena aku tak mengenal dan tak pernah melihat perempuan berkulit putih ini sebelumnya
Namun sekejap kemudian darahku terkesiap ketika aku mengamati wajah perempuan ini lebih seksama.
“Mbak Nisa!!” desisku tertahan.


Wajah cantik Mbak Nisa yang mirip Marissa Haque teramat mudah dikenali. Tubuhku sesaat menggigil menyadari perempuan yang tengah kuintip ini adalah Mbak Nisa yang alim berjilbab itu. Aku tak pernah melihat tubuhnya kecuali hanya wajahnya yang terbalut jilbab lebar serta telapak tangannya yang putih terlihat halus. Namun saat ini perempuan berjilbab itu aku lihat hanya berlilitkan handuk pada tubuhnya. Mendadak timbul keinginanku untuk mengintip Mbak Nisa yang agaknya hendak berganti pakaian setelah dia mandi. 

Dengan berdebar-debar aku berusaha lebih jelas melihat melalui lubang kecil tersebut, namun aku harus kecewa karena dari lubang pengintip itu, aku hanya mampu melihat tubuh Mbak Nisa sampai dari kepala sampai ke pinggangnya karena pandangan dari sebagian lubang pengintip itu memang tertutup sebuah lemari buku. Walaupun hanya sebagian tubuh Mbak Nisa yang terlihat, tubuhku sudah menggigil menahan birahi. Mataku membuka lebar-lebar ketika aku lihat Mbak Nisa melepas handuk putih yang melilit tubuhnya. Aku yakin tubuh menantu Pak Ramlan saat ini telanjang bulat. Sayangnya aku hanya mampu melihat dari kepalanya hingga ke pinggangnya.


Aku menelan ludah berkali-kali melihat keindahan tubuh Mbak Nisa yang terlihat lewat lubang pengintip. Mataku lekat menatap leher jenjang ibu muda ini yang terlihat mulus menggiurkan, lantas mataku menyusuri ke bawah hingga kulihat sepasang buah dada Mbak Nisa yang telanjang. Nafasku mulai terengah dan kemaluanku pun mulai tegang ketika mataku lekat di dada Mbak Nisa. Sepasang payudara ibu muda yang cukup montok ini masih terlihat kencang, walaupun tidak sekencang payudara seorang perawan. Kulitnya yang putih mulus dengan puting susu yang kecoklatan membuat buah dada Mbak Nisa terlihat menggiurkan dan membangkitkan birahiku. 

Namun aku hanya mampu menikmati keindahan payudara Mbak Nisa saja, karena ketika mataku menyusuri ke bawah payudaranya, lemari buku sialan itu menghalangi pandanganku, padahal aku tahu Mbak Nisa tengah telanjang bulat saat ini. Nafasku terengah-engah melihat Mbak Nisa yang kemudian mengenakan BH untuk menutupi sepasang buah dadanya yang sedang menjadi santapan mataku.

Aku mengakhiri keasyikanku ketika Mbak Nisa telah mengenakan pakaian, sebuah jubah panjang berbunga-bunga. Akhirnya aku kembali ke tempat kostku yang terletak di samping rumah Pak Ramlan dengan birahi yang memuncak. Rasa seganku kepada Mbak Nisa yang berjilbab itu berganti rasa birahi yang membakar. Ketika aku di kamar, aku mengocok kemaluanku sembari membayangkan kedua buah dada Mbak Nisa kulihat telanjang tadi. 

Aku membayangkan yang sedang mengocok-ngocok kemaluanku adalah tangan Mbak Nisa dengan dada montoknya yang telanjang… mmm.. aku cuma bisa mendesah-desah dan menggigit bibirku menahan nikmat, sampai akhirnya aku mencapai puncak kenikmatanku ketika tubuhku bergetar hebat disertai muncratnya air mani kental dari ujung penisku dan eranganku menyebut nama wanita tetanggaku itu, membayangkan keindahan yang kuintip tadi.


“Ohhhh.. mmm.. ahhhh… sshhhh.. Mbaak Nisaaaa… ahhhhh.. enaaaaakkkk.. ahhhhhhh!!!” desahku di di ujung kenikmatanku sebelum aku tergeletak lemas.

Sejak saat itu rasa seganku kepada wanita berjilbab ini lenyap justru aku selalu membayangkan tubuh Mbak Nisa dalam onaniku. Aku mengkhayalkan keindahan tubuh di balik pakaian jubah panjang dan jilbab lebar yang selalu dikenakan ibu beranak dua ini. Setiap kali aku ketemu Mbak Nisa dalam jilbab lebar dan jubah panjangnya, mataku lekat menatap sekujur tubuhnya sementara benakku membayangkan tubuh di balik pakaian yang menutup rapat tubuhnya itu. 

Beberapa kali aku menelan ludah melihat cetakan garis BH dan sekan-akan kulihat belahan buah dada yang montok itu di dada yang tertutup jilbab lebar itu.

Akupun sekarang senang mengamati Mbak Nisa ketika dia menyapu halaman rumahnya saat sore hari. Melalui sela-sela jendela kamar kostku, aku melihat Mbak Nisa tengah membungkuk menyapu. Pinggulnya yang terbungkus jubah pakaiannya nampak menggiurkan. Aku berulangkali menelan ludah ketikat melihat celana dalam yang dipakai Mbak Nisa tercetak jelas pada jubahnya saat dia membungkuk untuk menyapu. 

Belahan pantatnya pun samar terlihat membuatku jakunku naik turun menahan getaran birahi. Rasa-rasanya aku ingin menyingkap jubah yang dipakai Mbak Nisa ke atas, sehingga aku dapat melihat pantatnya yang montok itu. Namun aku hanya mampu membayangkan saja yang kemudian diakhiri dengan onani.

Hampir seminggu sejak aku pertama kali aku mengintip Mbak Nisa yang membuatku akhirnya menyimpan birahi kepada wanita berjilbab tetanggaku itu. Rasa penasaranku bercampur birahi untuk melihat tubuh Mbak Nisa di balik pakaiannya yang rapat kian menggebu. Aku selalu mencari celah untuk mengintipnya seperti seminggu lalu, namun ternyata tak ada sebuah lubang apapun di rumahnya untukku dapat mengintipnya dalam keadaan tak berjilbab dan berjubah itu.


Ternyata aku hanya punya kesempatan mengintip sekali itu, karena jendela itu selesai diperbaiki sehari setelah aku mengintip melalui lubang-lubang pada jendela yang rusak itu dan aku tak melihat ada celah untuk mengintip Mbak Nisa lagi. Sampai siang itu. Faiz, anak pertama Mbak Nisa yang sering bermain ke tempat kostku, tertidur di kamar kostku setelah dia lelah bermain. 

Aku biarkan bocah laki-laki yang baru berusia 4 tahun ini lelap dalam tidurnya, sementara aku mengutak-atik komputer yang kebetulan rusak di kamarku. Setelah mengutak atik komputerku beberapa saat, aku harus membeli beberapa kabel baru. Ketika aku melangkah ke arah pintu berniat membeli kabel-kabel itu, aku mendengar ketukan dan suara salam seorang wanita di pintu. Akupun membuka pintu seraya menjawab salam, dan aku tertegun ketika ternyata Mbak Nisa yang ada di depan pintu kostku dengan wajah pucat dan terlihat lelah.

Siang ini dia mengenakan jilbab putih lebar dengan jubah biru bermotif bunga serta kaus kaki krem yang membungkus kedua kakinya.
“Maaf dik.. lihat Faiz anak saya, nggak? Saya sudah kemana-mana mencarinya namun nggak ada.” tanya Mbak Nisa terdengar cemas.
Aku tersenyum mendengar kecemasannya
“Ada kok mbak, lagi tidur di kamar saya”.
Mbak Nisa menarik nafas dalam-dalam
“Syukurlah… biar saya ambil sekarang “
“Terserah, Mbak Nisa,” kataku seraya melangkah masuk dikuti wanita berjilbab ini, mataku sempat melirik ke dada Mbak Nisa yang montok, membuat kembali terbayang kemulusan buah dada montok yang telanjang di dada ibu muda ini saat kuintip seminggu lalu. Aku menelan ludah melihat dada Mbak Nisa yang tertutup jilbab putih lebar itu, terlihat begitu montok menggiurkan.


“Tuh.. masih tidur” kataku sambil menunjuk Faiz yang tengah lelap diatas tempat tidurku.


Sesaat wajah cantik Mbak Nisa tampak bimbang melihat anak pertamanya itu lelap dalam tidurnya.


“Mungkin saya nitip anak saya dulu dik.. kasian kayaknya dia lelap sekali tidurnya, nanti sore aku ambil..” desisnya lirih.


Aku tersenyum mengangguk, tapi sedetik kemudian aku ingat aku harus membeli kabel buat komputerku.


“Nggak papa mbak, tapi sebentar aku mau pergi beli kabel, boleh aku minta mbak disini dulu sebentar ?” tanyaku. “Sampai aku kembali”
Mbak Nisa tersenyum lantas mengangguk, namun wajah cantiknya tampak kuyu letih.


“Mm.. Mbak Nisa kayaknya letih yah.. biar aku buatkan minum buat Mbak Nisa sebentar, Mbak khan tamu di rumah ini, apalagi baru pertamakali berkunjung,” kataku spontan.


Wajah yang terbalut jilbab putih lebar itu tersenyum
“Terserah adik.. mbak memang haus”

Tak berapa lama kemudian, aku mengambil sebuah gelas yang aku tuangi dengan syrup ABC jeruk serta air dingin dari kulkas.


Ketika aku tengah mengaduk minuman untuk Mbak Nisa, mataku menangkap beberapa bahan kimiawi praktikum di mejaku. Aku tahu beberapa bahan kimia itu mempunyai efek sebagai obat tidur. 

Sesaat aku merasa bimbang ketika timbul keinginanku untuk mencampur minuman untuk Mbak Nisa dengan bahan kimiawi tersebut. Aku berhenti mengaduk, mataku melirik Mbak Nisa yang tengah duduk di karpet ruang tamu sambil membaca sebuah majalah komputer milikku. 

Wajah cantik yang terbalut jilbab itu begitu mempesona, apalagi ketika kulihat ternyata ujung pakaian jubahnya agak tertarik ke atas tanpa di sadarinya, membuat salah satu betisnya terlihat nyaris separuhnya. 

Walaupun betis Mbak Nisa saat ini terbalut kaus kaki krem, namun betis yang terlihat nyaris separuh itu terlihat begitu indah dan keindahan apalagikah ketika ujung jubah itu kian tertarik ke atas.. tanpa sadar aku menelan ludah membayangkannya, apalagi ketika teringat keindahan buah dada Mbak Nisa yang pernah kulihat telanjang, membuat otakku kian dipenuhi birahi terhadap wanita berjilbab yang kini duduk di karpet ruang tamu kost.

Akhirnya tanpa ragu aku mencampurkan bahan kimia itu ke dalam minuman dingin untuk Mbak Nisa, cukup untuk membuat wanita ini terlelap.


“Silakan diminum Mbak.. aku pergi beli kabel sebentar..” kataku dengan dada berdebar-debar.


Mbak Nisa tersenyum sambil mengucapkan terima kasih, namun dia terlihat agak gugup ketika tahu mataku tengah memperhatikan betisnya yang tersingkap nyaris separuh itu.


“Terima kasih dik.. ngrepotin aja” kata Mbak Nisa sembari membenahi ujung jubahnya yang tertarik ke atas dengan sedikit tergesa, sehingga betis itu kembali tertutup.


Aku tersenyum penuh arti ketika tangan Mbak Nisa membenahi ujung jubahnya dengan sedikit gugup dan wajah yang bersemu merah.


Beberapa saat kemudian Honda GL ku meluncur meninggalkan tempat kostku. Tak sampai 15 menit kemudian aku pun kembali. Jantungku berdegup kencang ketika aku memarkirkan sepeda motorku di teras, lantas aku membuka pintu dengan tergesa-gesa. Aku nyaris terlonjak dengan jantung berdegup kian kencang ketika mataku menatap ke ruang tamu kostku yang hanya berlapis karpet biru itu. Mataku terbelalak melihat Mbak Nisa ternyata telah tergeletak pulas di atas karpet ruang tamu.


“He he he he.. ternyata bahan kimia itu bekerja baik” kataku sambil mendekati tubuh Mbak Nisa yang tergeletak pulas, sementara gelas minuman yang kuberikan untuknya terlihat kosong, tanpa setitik air di dalamnya.

Aku tersenyum penuh nafsu, memandang wanita berjilbab tetanggaku yang terlihat pulas terlentang di atas karpet ruang tamu kostku. Dengan jantung berdegup kian kencang aku menghampiri Mbak Nisa, lantas berlutut di sampingnya. Mataku lekat menatap wajah Mbak Nisa yang mirip artis Marissa Haque ini. Wajah cantik berbalut jilbab putih lebar itu kian terlihat cantik saat pulas tertidur membuatku kian bernafsu. 

Kemudian mataku menatap dadanya yang naik turun dengan teratur seiring nafasnya. Sepasang buah dada montok yang tertutup jilbab putih lebar itu membuatku menelan ludah, sehingga sesaat kemudian tanganku terulur menjamahnya. 

Aku merasa bermimpi ketika tanganku dengan sedikit gemetar meraba-raba bukit montok di dada Mbak Nisa yang masih tertutup jilbab lebar itu.
“Ohh.. montoknya” desisku dengan nafas mulai tersengal, lantas sedetik kemudian tanganku mulai meremas buah dada Mbak Nisa yang masih tertutup jilbab putih yang lebar itu.


Aku nyaris tak percaya kalau siang ini aku dapat meremas dada montok wanita berjilbab tetanggaku yang terlihat alim it.
“Ohh.. Mbak Nisa…….!!” desahku ketika kemudian tanganku meremas-remas sepasang payudara kenyal di dada ibu muda beranak dua ini.

Semakin lama tanganku kian liar meremas buah dada Mbak Nisa membuat jilbab putih yang dikenakannya kusut tak karuan. Tanganku kemudian menyingkapkan jilbab putih yang menutupi dada montok itu ke atas. Aku tersenyum ketika aku melihat tiga kancing pada bagian atas jubah yang dipakai ibu muda ini. 

Tanganku terasa gemetar ketika jemariku meraih tiga buah kancing yang rapat itu, lantas mulai membukanya satu persatu. Perlahan-lahan kulit mulus di dada Mbak Nisa yang putih mulai terlihat merangsang birahiku. Jakunku naik turun dengan dada yang berdegup kian kencang. 

Birahiku kian liar bergolak, ketika tanganku semakin lebar menyingkap bagian atas jubah Mbak Nisa yang terbuka itu. Belahan payudara Mbak Nisa yang montok itu membuatku kemaluanku kian mengeras dan mataku seakan tak berkedip melihat keindahan di dada wanita berjilbab ini. Mataku pun mulai melihat, BH warna krem yang membungkus sepasang payudara Mbak Nisa, saat aku menyingkapkan semakin lebar bagian dada jubah yang dipakai wanita berjilbab ini.

Kemudian jubah yang dipakai Mbak Nisa aku tarik ke bawah sehingga bagian atasnya tertarik kebawah melewati pundaknya, maka tersembullah sepasang buah dada Mbak Nisa yang montok dan mulus menggiurkan. Buah dada Mbak Nisa itu masih ketat terbungkus bh warna krem yang dikenakan wanita berjilbab ini.
“Ooohh.. Mbak Nisa… montoknya” desisku sambil menahan birahi yang kian menggelegak.


Mataku liar melihat gundukan buah dada Mbak Nisa yang masih tertutup BH warna krem. Kemudian dengan nafsu yang kian menggelegak, tanganku menarik cup BH itu ke atas yang membuat buah dada ibu muda ini tak tertutup lagi.
“Glek.. ohh.. Mbak Nisa….” desahku menahan birahi melihat payudara Mbak Nisa yang kini telanjang didepannya.




Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)